Senin, 16 November 2015

Edutrip Kami

(Sekolahalam Jingga @ Malaysia, 27-29 Oktober 2015)

#Part 1
Menuliskan kembali perjalanan rasanya membutuhkan waktu yang tak sedikit, karena banyak hal yang ingin dikisahkan kemudian menjadi tempat berbagi pengalaman bersama.
Perjalanan kami ini terinspirasi dari perjalanan sebelumnya bersama rekan-rekan di Jaringan Sekolah Alam Nusantara. Dari perjalanan itulah Bu Febi dan saya membuat kerangka edutrip untuk siswa Sekolah Alam Jingga tingkat menengah.

Kami membuat fiksasi jadwal perjalanan edutrip teman-teman siswa di Bulan Oktober , dengan beberapa destinasi yang juga banyak direview sebagai tujuan wisata. Tentu saja edutrip siswa bukan dalam rangka wisata, tetapi teman-teman akan belajar banyak hal dari negara lain untuk inspirasi kebaikan bagi negara ini dari berbagai sisi (Kebudayaan, Tata Tertib, Sistem Transportasi, Lingkungan dan Konservasi, Kreativitas di  ruang publik, dan lainnya). 

Sebelum keberangkatan, teman-teman siswa dibekali tugas lembar kerja yang harus mereka isi terkait tempat yang akan dituju di Malaysia, mereka boleh mencari sumber informasi dari mana saja, internet, buku atau bertanya kepada orang tua mereka atau guru yang pernah melakukan perjalanan kesana.

Kami juga berdiskusi tentang berbagai tips untuk perjalanan seperti cara packing, kegiatan di bandara dan lainnya. Teman-teman juga melakukan pembagian tanggung jawab untuk edutrip, memasak, bersih-bersih apartemen dan saling menjaga antara anggota sekelompoknya nanti ketika di perjalanan.

Siswa yang mengikuti edutrip berjumlah 10 orang disertai rekan guru 4 orang (Pak Syahid, Bu Yuni, saya dan Bu Febi), namun saya dan Bu Febi berangkat lebih dulu untuk ke Thailand dalam rangka survey edutrip selanjutnya. (Kisah Thailand akan kami share nanti).

Meeting point kami di bandara KLIA 2, membutuhkan waktu sekitar 2 jam menggunakan bus untuk menuju penginapan di daerah Bukit Bintang. Sambil menunggu bus yang tiba sesuai jadwal tiket, kami diskusi tentang bagaimana perjalanan mereka selama dari sekolah hingga sampai di KLIA2.
Masing-masing siswa melakukan sharing value di awal perjalanan ketika sampai, ada yang sharing tentang bandara, bahwa bandaranya lebih bagus, lebih rapi dan bersih, ada yang share tentang perhitungan penukaran uang rupiah ke ringgit dari sejak ketibaan, ada juga yang share tentang makanan apakah khas di Malaysia, spesial  bagi siswa yang hobi makan dan mereka langsung mencari restoran terdekat. Nasi lemak yang menjadi tujuan utama.

Untuk menuju apartemen di Bukit Bintang, maka harus menggunakan bus menuju KL Sentral dan kemudian dilanjutkan dengan kereta yang harus transit di beberapa stasiun. Proses transit antar kereta ini lumayan membuat teman-teman siswa cukup kelelahan, karena tracknya harus berpindah dari kereta underground, ke kereta sejenis KRL kemudian berakhir dengan naik monorail ke tujuan stasiun Bukit Bintang. Tak jauh dari stasiun Bukit Bintang itulah apartemen kami menginap : Fahrenheit 88.

Kereta KRL dimana kami transit di Stasiun Hang Tuang
  
707
Situasi apartemen sungguh di luar ekspektasi kami, yang kami bayangkan apartemen seperti hotel bintang 3, ternyata tidak demikian. Setelah keluar lift terdapat dua koridor terpisah, dimana di masing-masing koridor terdapat dua pintu kamar yang dipintunya terdapat nomor kamar.
Ketika akan masuk ke kamar inilah terjadi kesalahan akibat asumsi dan memori saya yang ‘distruct’.
Di memori saya yang teringat adalah sebersit angka 707 (karena di hari sebelumnya saya memang menumpang menginap di hotel tempat teman saya menginap yang kebetulan sedang mendapat tugas dinas luar negeri, di kamar 707). Saya yang sampai di apartemen terlebih dahulu, kemudian dengan spontan saya mencari kamar bernomor 707. Di perduaan koridor saya berbelok ke kanan diikuti dengan sekelompok siswa di belakang saya, tepat di ujung koridor itulah terdapat dua pintu kamar dengan angka masing-masing 707 dan 708.

Terlihat sebuah kunci menggantung persis di lubang kunci pintu kamar 707, saya tak berfikir panjang untuk segera membuka pintu, dengan asumsi bahwa mungkin sengaja ditinggalkan kunci disitu oleh pengurus kamar karena kami akan segera check in.  Semua siswa yang bersama saya juga sudah tidak sabar ingin masuk kamar dan beristirahat karena sudah cukup lelah.

Kemudian apa yang terjadi ?? setelah mencoba beberapa kali memutar kunci, pintu tak kunjung terbuka, ada seorang siswa yang mencoba membantu saya. Ia memutar kunci kearah yang berbeda. Tak disangka bukan pintu semakin mudah terbuka tapi justru yang terdengar adalah suara gonggongan anjing yang cukup keras dari dalam kamar. Dengan serta merta semua siswa di belakang saya berbalik arah dan lari tunggang langgang, demikian juga saya, sebagian juga berteriak karena kaget. Sementara itu, kelompok siswa lainnya tepat tiba di ujung lorong bersama dengan Bu Yuni ikut kaget melihat kami berlarian tak terarah.

Bu Yuni kemudian menanyakan “ ada apa ?”, saya kemudian menjelaskan bahwa kamar yang saya tuju adalah 707 dan terjadilah insiden mengejutkan tadi. “Lho memang bukan 707 nomor kamarnya tetapi 705” ujar Bu Yuni. Saya baru teringat, sepertinya Bu Yuni pernah memberi tahu saya nomor kamar yang dimaksud, tapi apalah daya jika memori sedang ‘lost’, didukung dengan kunci menggantung di pintu 707 tadi, lengkaplah kesalahan asumsi saya yang berakibat “tabrakan beruntun” antar siswa karena terserang kaget hingga mendadak menjadi “sprinter”.
(unforgettable experience day 1)

Akses menuju apartemen Fahrenheit  di Lt. 5

Right Room 705

Quote of first day :
Kehati-hatian dan ketelitian adalah keharusan dalam tindakan, tak boleh hanya sekedar prasangka yang bisa berakibat tak terduga.
*travelling adalah miniatur kehidupan





Tidak ada komentar:

Posting Komentar