Senin, 30 November 2015

Edutrip Kami


 (Sekolahalam Jingga @ Malaysia, 27-29 Oktober 2015)
#Part 4

Dataran Merdeka
Destinasi trip for the last day adalah Dataran Merdeka, lalu ke kota Putrajaya yang sejalan menuju KLIA 2.
Dataran Merdeka merupakan tempat pertama kali pekikan merdeka Malaysia dari Penjajahan Inggris yang kala itu dipimpin oleh Tunku Abdul Rahman. Aktivitas upacara kenegaraan juga biasanya dilaksanakan disini. Persis di depan Dataran Merdeka terdapat Gedung Sultan Abdul Samad yang merupakan bekas gedung penjajahan Inggris yang kemudian direnovasi dengan arsitektur islam.
Sekitar jam 9 berangkat menuju stasiun LRT Bukit Bintang ke Stasiun Masjid Jamek. Menyempatkan mampir ke Masjid Jamek Kuala Lumpur yang kebetulan terbuka gerbangnya untuk sholat Dhuha sejenak juga beberapa siswa melakukan sesi interview dengan seorang sahabat. 



Sholat Dhuha dan Interview diMasjid Jamek Kuala Lumpur
Setelahnya, kami menuju Dataran Merdeka dengan berjalan kaki melewati sebuah bangunan tua yang juga milik bekas pendudukan Inggris yang kini dijadikan gedung pertunjukan seni, Panggung Bandaraya namanya. Melewati sebuah jembatan, tepat disisinya adalah Gedung Sultan Abdul Samad yang merupakan juga gedung Kementrian Pelancongan dan Kebudayaan Malaysia.




inilah bangunan bersejarah itu... Panggung Bandaraya dan Gedung Sultan Abdul Samad
Beberapa dari kami mengambil beberapa foto dokumentasi di depan Gedung Sultan Abdul Samad, lalu menuju Dataran Merdeka di depannya. Matahari begitu terik padahal jam baru menunjukkan pukul 10.00, hanya ada peneduh di kedua sisi dataran dan air mancur di bagian tengahnya.  Mungkin oleh sebab itu juga seorang siswa tiba-tiba demam.

berpose di dataran merdeka
Sebenarnya masih ada satu tujuan lagi yang letaknya di sisi kiri dataran merdeka, yaitu KL Galery. Namun karena mentari semakin terasa terik dan ada siswa yang demam, maka kami segera kembali ke apartemen untuk bersiap operasi kebersihan dan checkout.

Mensejarahi Masjid Jamek Kuala Lumpur, Panggung Bandaraya dan Gedung Sultan Abdul Samad teringat kawasan Kota Tua Jakarta, sama tua pada bangunannya dengan kondisi yang berbeda. 
Rasanya jadi serumpun yang tak serumpun.

Rabu, 25 November 2015

Edutrip Kami

(Sekolahalam Jingga @ Malaysia, 27-29 Oktober 2015)
#Part 3

Melaka Heritage
Melaka merupakan World Heritage City  yang dicatat oleh UNESCO.
Melaka adalah sebuah kota tua yang dulunya pernah dijajah oleh 3 negara, Portugis, Belanda dan Inggris. Dengan begitu kota ini arsitektur gedung-gedungnya menjadi sangat menarik karena ketiga gaya arsitektur negara bekas penjajahnya bisa anda temukan di kota ini.
Letak Melaka persis bersebrangan dengan Pulau Sumatera, maka ia lekat sejarahnya dengan wong Palembang. Malaka atau kerap juga disebut Melaka, ditemukan oleh pangeran dari Palembang, pada abad 14. Pangeran itu membangun Malaka dari kota nelayan kecil, menjadi sebuah pelabuhan pusat jalur perdagangan kapal dari India dan Cina.
Portugis pertama kali mendarat di Melaka pada tahun 1511 dengan membawa pasukan sebanyak 1200 orang. Melaka langsung resmi menjadi tanah jajahan Portugis ditahun itu juga dan Melaka menjadi basis Portugis dalam upayanya untuk eskpansi ke India bagian timur.
Di tahun 1641 Melaka dijajah oleh Belanda. Kala itu pusat pemerintahan Belanda terletak di Batavia (Jakarta_sekarang), di Melaka Belanda hanya membangun satu gedung yang diberi nama Stadthuys atau Red Building (Bangunan Merah).
Pada tahun 1824 kota ini resmi menjadi koloni Inggris setelah terjadi pertukaran tanah jajahan dengan Bengkulu di Sumatera. Kota ini lalu menjadi bagian dari Negara Malaysia setelah Inggris tidak lagi berkuasa.
Kurang lebih begitulah sejarahnya Melaka yang sangat bersisian dengan sejarah Indonesia sebenernya, karena letaknya yang hanya terpisah oleh sebuah Selat dengan Pulau Sumatera yaitu Selat Malaka. Maka demikianlah Melaka menjadi penting untuk destinasi edutrip. Meski harus menempuh jarak yang lumayan jauh dari Kuala Lumpur.
Kami harus berganti 4 jenis transportasi, dari mulai Go KL, kereta KTM menuju terminal terintegrasi Bandar Tasik Selatan, bus ekspress menuju Melaka dan bus lokal Panorama Melaka. Dilengkapi dengan rute jalan kaki antara tempat transit, lengkaplah sudah. 

Menunggu bus GO KL

cengkerama di kereta KTM Bank Negara - Bandar Tasik Selatan

Cek Rute

Jalan lagiii, adalah 500 m, Stasiun Bandar Tasik ke Terminal Bandar Tasik

Busnya Berangkatt menuju Terminal Melaka
 
Bus Panorama Melaka (Rute Terminal Melaka - Bangunan Merah PP)
Sampailah kami di Kompleks Bangunan Merah Melaka ...




Kompleks Stadthuys atau Red Building (Bangunan Merah) merupaka tujuan utama wisatawan di Melaka, karena disinilah tempat paling bersejarahnya Melaka. Kami juga menyusuri sungai Melaka, dimana tersisa peninggalan Benteng pertahanan dan beberapa bangunan tua lainnya. Ada Surau Warisan Dunia juga bekas sistem pengairan Kesultanan Melaka, terdapat pula Replika kapal portugis ‘Flor de La Mar’, yang dipimpin oleh kapten Portugis terkenal Alfonso d’ Albuquerque, Saat akan kembali ke negaranya kapal ini terdampar di Pantai Malaka lalu tenggelam.

Jejak Sistem Pengairan Kesultanan Melaka di abad ke 17

Replika Kapal Portugis ‘Flor de La Mar’

 
Icon yang cukup terkenal di Melaka adalah Menara Taming Sari, dengan naik Menara terlihat  pemandangan Melaka dan sekitarnya.


Sibuk mengamati Melaka dari sudut pandang Taming Sari




‘Flor de La Mar’ tampak atas
Dataran Pahlawan from Taming Sari
 
Sungai Melaka

 Jelajah Melaka adalah tentang irisan sejarah Indonesia dan Malaysia di masa lampau, dimana memang kita satu rumpun dan memiliki akar yang sama sebagai bangsa, sudah seharusnya saling tepa salira.

Setelah sepanjang seharian kami eksplorasi Negara Bagian Selatan Malaysia, memperhatikan segala sisinya. Kembali ke Kuala Lumpur menjelang sore hari, dengan sedikit lelah namun terbekal sejarah.
 

Minggu, 22 November 2015

Edutrip Kami


(Sekolahalam Jingga @ Malaysia, 27-29 Oktober 2015)
# Part 2


KLCC (Kuala Lumpur City Centre)

Beranjak ke kamar yang seharusnya yaitu 705, unpacking dan melaksanakan tugas sesuai kelompok lalu kemudian makan bersama dari hasil masak siswa dengan bergegas. Tujuan selanjutnya adalah KLCC, iconnya Malaysia. 

Eksplorasi pertama di lokasi air mancur menari, dimana siswa harus mendapat subjek interview. Belajar beberapa hal sekaligus : teknologi, seni, bahasa, conversation. Beranjak ke twin tower, tentu saja disini adalah tempat dokumentasi paling penting di Malaysia. Kalau belum ke KLCC belum sampai Malaysia rasanya. Disini ada beberapa siswa muncul dengan baik bakat fotografinya, bahkan sampai dimintai tolong oleh turis untuk jadi fotografer.

Dancing Fountain

Ayash yang sibuk as a Photographer

Together in Front Of KLCC Tower
Saya dan bu febi harus mengambil equipment kami yang masih dititip di kamar 707 hotel dan kembali bergabung bersama teman-teman siswa. Menghemat energi, bu febi menunggu di halte depan hotel. Waktu mendekati pukul 23.00, Bus GO KL terakhir terlihat bersiap berangkat, dengan langkah dipercepat kami menuju halte KLCC. Melalui halte kedua tempat Bu Febi menunggu, entah mengapa bus terus melaju. Saat itu bu febi tak memegang uang seringgitpun, maka diantara kami harus ada yang menghampiri kembali. Saya menyusul bu Febi setelah bus berhenti di halte ke 4 dan berjalan kaki sepanjang trotoar sejauh ±4 km sambil menikmati tengah malamnya KLCC, kami lalu kembali ke apartemen dengan menggunakan LRT, rasanya kami memang harus selalu bersama setiap saat :)

Free GO KL
 
Quote :
Mengukur segala risiko dan kemungkinan menjadi syarat dalam mengambil segala keputusan.
*travelling adalah miniatur kehidupan

Senin, 16 November 2015

Edutrip Kami

(Sekolahalam Jingga @ Malaysia, 27-29 Oktober 2015)

#Part 1
Menuliskan kembali perjalanan rasanya membutuhkan waktu yang tak sedikit, karena banyak hal yang ingin dikisahkan kemudian menjadi tempat berbagi pengalaman bersama.
Perjalanan kami ini terinspirasi dari perjalanan sebelumnya bersama rekan-rekan di Jaringan Sekolah Alam Nusantara. Dari perjalanan itulah Bu Febi dan saya membuat kerangka edutrip untuk siswa Sekolah Alam Jingga tingkat menengah.

Kami membuat fiksasi jadwal perjalanan edutrip teman-teman siswa di Bulan Oktober , dengan beberapa destinasi yang juga banyak direview sebagai tujuan wisata. Tentu saja edutrip siswa bukan dalam rangka wisata, tetapi teman-teman akan belajar banyak hal dari negara lain untuk inspirasi kebaikan bagi negara ini dari berbagai sisi (Kebudayaan, Tata Tertib, Sistem Transportasi, Lingkungan dan Konservasi, Kreativitas di  ruang publik, dan lainnya). 

Sebelum keberangkatan, teman-teman siswa dibekali tugas lembar kerja yang harus mereka isi terkait tempat yang akan dituju di Malaysia, mereka boleh mencari sumber informasi dari mana saja, internet, buku atau bertanya kepada orang tua mereka atau guru yang pernah melakukan perjalanan kesana.

Kami juga berdiskusi tentang berbagai tips untuk perjalanan seperti cara packing, kegiatan di bandara dan lainnya. Teman-teman juga melakukan pembagian tanggung jawab untuk edutrip, memasak, bersih-bersih apartemen dan saling menjaga antara anggota sekelompoknya nanti ketika di perjalanan.

Siswa yang mengikuti edutrip berjumlah 10 orang disertai rekan guru 4 orang (Pak Syahid, Bu Yuni, saya dan Bu Febi), namun saya dan Bu Febi berangkat lebih dulu untuk ke Thailand dalam rangka survey edutrip selanjutnya. (Kisah Thailand akan kami share nanti).

Meeting point kami di bandara KLIA 2, membutuhkan waktu sekitar 2 jam menggunakan bus untuk menuju penginapan di daerah Bukit Bintang. Sambil menunggu bus yang tiba sesuai jadwal tiket, kami diskusi tentang bagaimana perjalanan mereka selama dari sekolah hingga sampai di KLIA2.
Masing-masing siswa melakukan sharing value di awal perjalanan ketika sampai, ada yang sharing tentang bandara, bahwa bandaranya lebih bagus, lebih rapi dan bersih, ada yang share tentang perhitungan penukaran uang rupiah ke ringgit dari sejak ketibaan, ada juga yang share tentang makanan apakah khas di Malaysia, spesial  bagi siswa yang hobi makan dan mereka langsung mencari restoran terdekat. Nasi lemak yang menjadi tujuan utama.

Untuk menuju apartemen di Bukit Bintang, maka harus menggunakan bus menuju KL Sentral dan kemudian dilanjutkan dengan kereta yang harus transit di beberapa stasiun. Proses transit antar kereta ini lumayan membuat teman-teman siswa cukup kelelahan, karena tracknya harus berpindah dari kereta underground, ke kereta sejenis KRL kemudian berakhir dengan naik monorail ke tujuan stasiun Bukit Bintang. Tak jauh dari stasiun Bukit Bintang itulah apartemen kami menginap : Fahrenheit 88.

Kereta KRL dimana kami transit di Stasiun Hang Tuang
  
707
Situasi apartemen sungguh di luar ekspektasi kami, yang kami bayangkan apartemen seperti hotel bintang 3, ternyata tidak demikian. Setelah keluar lift terdapat dua koridor terpisah, dimana di masing-masing koridor terdapat dua pintu kamar yang dipintunya terdapat nomor kamar.
Ketika akan masuk ke kamar inilah terjadi kesalahan akibat asumsi dan memori saya yang ‘distruct’.
Di memori saya yang teringat adalah sebersit angka 707 (karena di hari sebelumnya saya memang menumpang menginap di hotel tempat teman saya menginap yang kebetulan sedang mendapat tugas dinas luar negeri, di kamar 707). Saya yang sampai di apartemen terlebih dahulu, kemudian dengan spontan saya mencari kamar bernomor 707. Di perduaan koridor saya berbelok ke kanan diikuti dengan sekelompok siswa di belakang saya, tepat di ujung koridor itulah terdapat dua pintu kamar dengan angka masing-masing 707 dan 708.

Terlihat sebuah kunci menggantung persis di lubang kunci pintu kamar 707, saya tak berfikir panjang untuk segera membuka pintu, dengan asumsi bahwa mungkin sengaja ditinggalkan kunci disitu oleh pengurus kamar karena kami akan segera check in.  Semua siswa yang bersama saya juga sudah tidak sabar ingin masuk kamar dan beristirahat karena sudah cukup lelah.

Kemudian apa yang terjadi ?? setelah mencoba beberapa kali memutar kunci, pintu tak kunjung terbuka, ada seorang siswa yang mencoba membantu saya. Ia memutar kunci kearah yang berbeda. Tak disangka bukan pintu semakin mudah terbuka tapi justru yang terdengar adalah suara gonggongan anjing yang cukup keras dari dalam kamar. Dengan serta merta semua siswa di belakang saya berbalik arah dan lari tunggang langgang, demikian juga saya, sebagian juga berteriak karena kaget. Sementara itu, kelompok siswa lainnya tepat tiba di ujung lorong bersama dengan Bu Yuni ikut kaget melihat kami berlarian tak terarah.

Bu Yuni kemudian menanyakan “ ada apa ?”, saya kemudian menjelaskan bahwa kamar yang saya tuju adalah 707 dan terjadilah insiden mengejutkan tadi. “Lho memang bukan 707 nomor kamarnya tetapi 705” ujar Bu Yuni. Saya baru teringat, sepertinya Bu Yuni pernah memberi tahu saya nomor kamar yang dimaksud, tapi apalah daya jika memori sedang ‘lost’, didukung dengan kunci menggantung di pintu 707 tadi, lengkaplah kesalahan asumsi saya yang berakibat “tabrakan beruntun” antar siswa karena terserang kaget hingga mendadak menjadi “sprinter”.
(unforgettable experience day 1)

Akses menuju apartemen Fahrenheit  di Lt. 5

Right Room 705

Quote of first day :
Kehati-hatian dan ketelitian adalah keharusan dalam tindakan, tak boleh hanya sekedar prasangka yang bisa berakibat tak terduga.
*travelling adalah miniatur kehidupan





Senin, 07 September 2015

PAPER PLANE




Insight the movie
Pesawat kertas yang mengantarkan seorang anak (Dylan Webber ) pada mimpinya.
Satu
Ya… setiap orang pasti memiliki mimpi dalam perjalanan hidupnya. Mimpi yang terencana atau muncul tiba-tiba ketika seseorang tersadar akan potensi yang dimiliki oleh dirinya.
Untuk mencapai  mimpi itu kita akan mengusahakan segala hal dengan maksimal. Dalam prosesnya kita mungkin terjatuh, mungkin terluka, mungkin melewati berbagai rintangan dari tingkat termudah sampai dengan yang sulit. Dimana semua hal itu membuat kita semakin dekat dengan mimpi.
Semakin banyak hal yang kita lewati membuat kita semakin berpengalaman menghadapi apapun, hingga ketahanan kita sampai dengan titik terakhir mengantarkan pada mimpi yang kita tuju.
Tak cukup hanya dengan pengalaman, tapi juga teriring akhlak yang baik dan santun. Sehingga setiap orang disekitar kita akan membantu mewujudkan mimpi itu.
Dan jika akhirnya mimpi tercapai, maka ketercapaian itu bukanlah hasil egosime pribadi tetapi karena kemanfaatan untuk banyak orang.
Dua
Dalam dunia pendidikan, setiap orang punya peran masing-masing mendukung proses pendidikan siswa (student)_in other word : pendidikan anak_, ini seharusnya bukan hanya tugas guru, guru berperan sebagai fasilitator belajar siswa di sekolah sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki.
Orang tua tentu saja punya peran yang lebih besar di rumah sebagai fasilitator belajar dari kehidupan keluarganya, Ayah memberi nafkah untuk memfasilitasinya secara materi menggapai mimpi dan mengembangkan potensi. Ibu mengajarkan bekal dasar hidup yang sampai kapanpun akan teringat oleh sang anak. Dan anak memiliki ekspektasi tertentu dari orang tua : presensi (hadir), motivasi, diskusi, keterlibatan, apresiasi dalam setiap tahap proses belajar mereka.
Dalam film Paper Plane, Dylan berharap ayahnya ikut berperan dalam prosesnya menggapai mimpinya dalam kejuaraan Paper Plane tingkat regional hingga internasional. Ayahnya ‘belum selesai’ dengan dirinya, sehingga Dylan pergi menemui kakeknya sebagai pengganti sosok ayahnya yang belum ‘hadir’ dan terlibat.
Teman-teman sebaya berperan dalam proses sosialisasi perkembangan anak. Terkadang ‘bully’ yang diperoleh dari teman-temannya bisa menjadi sarana belajar anak untuk menyelesaikan masalahnya secara sosial dengan temannya. Mencari solusi bersama untuk berdamai dengan keadaan dan memulai persahabatan baru.
Selalu bersahabat dengan siapa saja, berasal dari mana saja dan latar belakang apa saja. Bahkan bersahabat dengan teman yang berlaku kurang baik terhadapnya.
Dylan bersahabat dengan Kevin (yang semula membullynya), Jason Jones (yang selalu meremehkannya saat membuat Paper Plane), Kimi Muroyama (yang mengajarkan teknik membuat Paper Plane), Clive (Burung elang tempat belajarnya di alam ‘how to make Paper Plane’ fly).
Maka ‘pembentukan’ seorang anak adalah hasil fasilitasi banyak pihak, hasil dirinya melalui berbagai pengalaman dalam hidupnya, interaksinya dengan lingkungan sosial. Orang tua utamanya, ‘ring’ terdekat tempat ia memulai segala harapannya.
That's the way for build new generation

Referensi :
QS Luqman : 12-19
Paper Plane Movie
Wallohu ‘alam.